BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 PENGERTIAN AGAMA
Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan
konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latinreligio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Émile Durkheim mengatakan bahwa agama adalah suatu sistem yang terpadu yang terdiri
atas kepercayaan dan praktik yang berhubungan dengan hal yang suci. Kita
sebagai umat beragama semaksimal mungkin berusaha untuk terus meningkatkan
keimanan kita melalui rutinitas beribadah, mencapai rohani yang sempurna
kesuciannya.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 FUNGSI AGAMA DALAM MASYARAKAT
Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus)
dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
Tidak hanya itu, secara individu agama bisa digunakan untuk menuntun kehidupan
manusia dalam mengarungi kehidupannya sehari-hari. Namun, kalau dilihat dari
secara kelompok atau masyarakat, bagaimana kita memahami agama tersebut dalam
kehidupan masyarakat?
Prof. Dr. H. Jalaluddin dalam bukunya Psikologi Agama
membantu kita memahami beberapa fungsi agama dalam masyarakat, antara lain:
Fungsi Edukatif (Pendidikan). Ajaran agama secara yuridis (hukum)
berfungsi menyuruh/mengajak dan melarang yang harus dipatuhi agar pribagi
penganutnya menjadi baik dan benar, dan terbiasa dengan yang baik dan yang
benar menurut ajaran agama masing-masing.
Fungsi Penyelamat. Dimanapun manusia berada, dia
selalu menginginkan dirinya selamat. Keselamatan yang diberikan oleh agama
meliputi kehidupan dunia dan akhirat. Charles Kimball dalam bukunya Kala Agama
Menjadi Bencana melontarkan kritik tajam terhadap
agama monoteisme (ajaran menganut Tuhan satu). Menurutnya, sekarang
ini agama tidak lagi berhak bertanya: Apakah umat di luat agamaku diselamatkan
atau tidak? Apalagi bertanya bagaimana mereka bisa
diselamatkan? Teologi (agama) harus
meninggalkan perspektif (pandangan) sempit tersebut. Teologi mesti
terbuka bahwa Tuhan mempunyai rencana keselamatan umat manusia yang menyeluruh.
Rencana itu tidak pernah terbuka dan mungkin agamaku tidak cukup menyelami
secara sendirian. Bisa jadi agama-agama lain mempunyai pengertian dan sumbangan
untuk menyelami rencana keselamatan Tuhan tersebut. Dari sinilah, dialog antar
agama bisa dimulai dengan terbuka dan jujur serta setara.
Fungsi Perdamaian. Melalui tuntunan agama
seorang/sekelompok orang yang bersalah atau berdosa mencapai kedamaian batin
dan perdamaian dengan diri sendiri, sesama, semesta dan Alloh. Tentu dia/mereka
harus bertaubat dan mengubah cara hidup.
Fungsi Kontrol Sosial. Ajaran agama membentuk
penganutnya makin peka terhadap masalah-masalah sosial seperti, kemaksiatan,
kemiskinan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Kepekaan ini juga
mendorong untuk tidak bisa berdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki
sistem kehidupan yang ada.
Fungsi Pemupuk Rasa Solidaritas. Bila fungsi ini
dibangun secara serius dan tulus, maka persaudaraan yang kokoh akan berdiri
tegak menjadi pilar "Civil Society" (kehidupan masyarakat) yang
memukau.
Fungsi Pembaharuan. Ajaran agama dapat mengubah
kehidupan pribadi seseorang atau kelompok menjadi kehidupan baru. Dengan fungsi
ini seharusnya agama terus-menerus menjadi agen perubahan basis-basis nilai dan
moral bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fungsi Kreatif. Fungsi ini menopang dan mendorong
fungsi pembaharuan untuk mengajak umat beragama bekerja produktif dan inovatif
bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga bagi orang lain.
Fungsi Sublimatif (bersifat perubahan emosi).
Ajaran agama mensucikan segala usaha manusia, bukan saja yang bersifat agamawi,
melainkan juga bersifat duniawi. Usaha manusia selama tidak bertentangan dengan
norma-norma agama, bila dilakukan atas niat yang tulus, karena untuk Alloh, itu
adalah ibadah.
2.1.2 DIMENSI KOMITMEN
AGAMA PELEMBAGAAN AGAMA
Perkembangan iptek
mempunyai konsekuensi penting bagi agama.Sekulerisai cenderung mempersempit
ruang gerak kepercayaan dan pengalaman keagamaan. Kebanyakan agama
yang menerima nilai- nilai institusional baru adalah agama – agama aliran semua
aspek kehidupan.
Dimensi komitmen agama
menurut Roland Robertson:
1.
dimensi keyakinan mengandung perkiraan/harapan bahwa
orang yang religius akan menganut pandangan teologis tertentu.
2.
Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan berbakti,
yaitu perbuatan untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata.
3.
Dimensi pengerahuan, dikaitkan dengan perkiraan.
4.
Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, semua agama mempunyai
perkiraan tertentu.
5.
Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan
tingkah laku perseorangan.
Agama begitu univeersal , permanan (langgeng) ,
dan mengatur dalam kehidupan sehingga bila tidak memahami agama , akan sukar
memahami masyarakat . hal yang perlu dijawab dalam memahami lembaga agama
adalah , apa dan mengapa agama ada , unsur-unsur dan bentuknya serta fungsi dan
struktur agama .
Kaitan agama dengan masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe , meskipun tidak menggambarkan sebernarnya seccara utuh
( Elizabeth K. Nottingham,1954). Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai
sakral. Masyarakat tipe ini kecil terisolasi , dan terbelakang. Anggota
masyarakat menganut agama yang sama . oleh karenanya keanggotaan mereka dalam
masyarakat dan dalam kelompok keagamaan adalah sama .agama menyusup ke dalam
kelompok aktivitas yang lain . sifat-sifat :
1.
Agama memasukan
pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem nilai masyarakat
secar mutlak.
2.
Dalam keadaan lembaga
lain selain keluarga relatif belum berkembang , agama
jelas menjadi fokus utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat
secara keseluruhan.
Masyarakat-masyarakat praindustri yang sedang
berkembang. Keadaan masyarakat tidak terisolasi ada perkembangan teknologi yang
lebih tinggi dari tipe pertama.
Tampilnya organisasi agama adalah akibat adanya
“ perubahan batin “ atau kedalamann beragama , mengimbangi perkembangan
masyarakat dalam hal alokasi fungsi , fasilitas , produksi produksi
, pendidikan , dan sebagainya . Agama menuju ke pengkhususan
fungsional . pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak
organisasi keagamaan.
2.1.3
PELEMBAGAAN AGAMA, KONFLIK, DAN MASYARAKAT
Agama
sangat universal, permanen, dan mengatur dalam kehidupan, sehingga bila tidak memahami
agama, maka akan sulit memahami masyarakat. Hal yang harus diketahui dalam
memahami lembaga agama adalah apa dan mengapa agama ada, unsur-unsur dan
bentuknya serta fungsi dan struktur dari agama.
Dimensi
ini mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh kepercayaan, praktek, pengalaman, dan
pengetahuan keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Dimensi-dimensi ini dapat
diterima sebagai dalil atau dasar analitis, tapi hubungan antara empat dimensi
itu tidak dapat diungkapkan tanpa data empiris.
Menurut
Elizabeth K. Nottingham (1954), kaitan agama dalam masyarakat dapat
mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan keseluruhannya secara
utuh.
A.
Masyarakat yang Terbelakang dan
Nilai-nilai Sakral
Masyarakat
tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakatnya menganut
agama yang sama. Sebab itu, keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang
lain. Sifat-sifatnya:
Agama
memasukkan pengaruhnya yang sakral ke dalam sistem masyarakat secara mutlak.
Nilai
agama sering meningkatkan konservatisme dan menghalangi perubahan dalam
masyarakat dan agama menjadi fokus utama pengintegrasian dan persatuan
masyarakat secra keseluruhan yang berasal dari keluarga yang belum berkembang.
B.
Mayarakat-masyarakat Praindustri
yang Sedang Berkembang
Masyarakatnya
tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi. Agama memberi arti dan
ikatan kepada sistem nilai dalam tiap masyarakat,pada saat yang sama,
lingkungan yang sakral dan yang sekular masih dapat dibedakan. Fase kehidupan
sosial diisi dengan upacara-upacara tertentu. Di pihak lain, agama tidak
memberikan dukungan sempurna terhadap aktivitas sehari-hari, agama hanya
memberikan dukungan terhadap adat-istiadat.
Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan
berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu
akan kurang baik. Karena adlam tingkah laku, tentu unsur rasional akan lebih
banyak, dan bila dikaitkan dengan agama yang melibatkan unsur-unsur pengetahuan
di luar jangkauan manusia (transdental), seperangkat symbol dan keyakinan yang
kuat, dan hal ini adalah keliru. Karena justru sebenarnya, tingkah laku agama
yang sifatnya tidak rasional memberikan manfaat bagi kehidupan manusia.
Agama
melalui wahyu atau kitab sucinya memberikan petunjuk kepada manusia untuk
memenuhi kebutuhan mendasar, yaitu selamat di dunia dan akhirat. Dalam
perjuangannya, tentu tidak boleh lalai. Untuk kepentingan tersebut, perlu
jaminan yang memberikan rasa aman bagi pemeluknya. Maka agama masuk dalam
sistem kelembagaan dan menjadi sesuatu yang rutin. Agama menjadi salah
satu aspek kehiduapan semua kelompok sosial, merupakan fenomena yang menyebar
mulai dari bentuk perkumpulan manusia, keluarga, kelompok kerja, yang dalam
beberapa hal penting bersifat keagamaan.
Adanya
organisasi keagamaan, akan meningkatkan pembagian kerja dan spesifikasi
fungsi,juga memberikan kesempatan untuk memuaskankebutuhan ekspresif dan
adatif.
2.1.4 CONTOH – CONTOH DAN KAITANNYA
Pengalaman
tokoh agama yang merupakan pengalaman kharismatik, akan melahirkan suatu bentuk
perkumpulan keagamaan yang akan menjadi organisasi keagamaan terlembaga.
Pengunduran diri atau kematian figure kharismatik akan melahirkan krisis
kesinambungan. Analisis yang perlu adalah mencoba memasukkan struktur dan
pengalaman agama, sebab pengalaman agama, apabila dibicarakan, akan terbatas
pada orang yang mengalaminya. Hal yang penting untuk dipelajari adalah memahami
“wahyu” atau kitab suci, sebab lembaga keagamaan itu sendiri merupakan refleksi
dari pengalaman ajaran wahyunya.
Lembaga
keagamaan pada puncaknya berupa peribadatan, pola ide-ide dan
keyakinan-keyakinan, dan tampil pula sebagai asosiasi atau organisasi. Misalnya
pada kewajiban ibadah haji dan munculnya organisasi keagamaan.
Lembaga
ibadah haji dimulai dari terlibatnya berbagai peristiwa. Ada nama-nama penting
seperti Adam a.s, Ibrahim a.s, Siti Hajar, dan juga syetan; tempatnya adalah
Masjidil-Haram, Mas’a, Arafah, Masy’ar, Mina, serta Ka’bah yang merupakan
symbol penting; ada peristiwa kurban, pakaian ihram, tawaf, sa’I, dan
sebagainya.
Adam dan
Hawa dalam keadaan terpisah, kemudian keduanya berdoa : “Ya, Tuhan kami, kami
telah menganiaya diri sendiri, dan jika engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscayalah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S
al-A’raf : 23).
Setelah
itu Allah SWT memerintahkan Adam untuk ibadah haji (pergi ke sesuatu untuk
mengunjunginya). Saat sampai di suatu tempat (Arafah= tahu, kenal), maka bertemulah
ia dengan Hawa setelah diusir dari surge. Sebab itu dalam pelaksanaan ibadah
haji, ada ketentuan wukuf (singgah).
Nama nabi
Ibrahim a.s selalu dikaitkan dengan Ka’bah sebagai pusat rohani agama Islam
(Kiblatnya Islam). Pada suatu peristiwa Allah memerintahkan Jibril membawa
Ibrahim a.s, Siti Hajar dan Ismail a.s putranya yang masih kecil ke Makkah dari
Palestina. Di suatu tempat, Ibrahim a.s atas perintah Allah SWT supaya
meninggalkan istri dan putranya. Kemudian Ismail menangis meminta air, tentu
saja Siti Hajar menjadi khawatir dan gelisah, maka ia pun berlari mencari air
ke bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali.
Setelah
itu dengan kuasa Tuhan, memancarlah air dari dekat kaki Ismail (sekarang sumur
air Zam-zam). Sebab itu, dalam rukun Haji ada Sa’I (berlari kecil) sebanyak
tujuh kali di bukit Shafa dan Marwa. Siti Hajar merupak lambang yang
bertanggung jawab, tidak pasrah, perjuangan fisik dan meniadakan diri tenggelam
ke dalam samudera cinta.
Kurban
dikaitkan resmi dengan ibadah haji. Lembaga ini berhubungan dengan sejarah
rohani Ibrahim a.s yang diperintahkan oleh Alla SWT untuk menyembelih putranya
Ismail a.s, untuk menguji kesempurnaan tauhidnya. Sewaktu penyembelihan akan
dilaksanakan, syetan sempat menggoda Ibrahim a.s agar tidak melaksanakan
perintah Allah tersebut. Kemudian Ibrahim dan Ismail melemparkan batu ke arah
suara syetan itu berasal. Untuk mengenang peristiwa itu, dalam pelaksanaan
ibadah haji diwajibkan melempar jumrah (batu).
Sewaktu
Ismail akan disembelih oleh Ibrahim a.s, ternyta Allah menggantinya dengan
seekor gibas (domba) jantan. Firman Allah : “Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan
pergi kesana. Barang siapa yang kafir (terhadap kewajiban haji), maka
bahwasanya Allah Mahakuasa (tidak memerlukan sesuatu dari alam semesta)” (Q.S
3:97).
Jadi,
kewajiban tersebut, esensinya adalah evolusi manusia menuju Allah dengan
pengalaman agama yang penting. Mengandung simbolis dari filsafat “pencptaan
Adam”, “sejarah”, “keesaan”, “ideology islam”, dan “ummah”.
Organisasi
keagamaan yang tumbuh secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh
kharismatik pendiri organisasi keagamaan yang terlembaga.
Muhammadiyah,
sebuah organisasi sosial Islam yang dipelopori oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan yang
menyebarkan pemikiran Muhammad Abduh dari Tafsir Al-Manar. Ayat suci Al-Quran
telah memberi inspirasi kepada Ahmad Dahlan untuk mendirikan Muhammadiyah.
Salah satu mottonya adalah, Muhammadiyah diapandang sebagai “segolongan dari kaum”
mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan jahat (amar ma’ruf, nahi ’anil
munkar)
Dari
contoh sosial di atas, lembaga keagamaan berkembang sebagai pola ibadah, pola
ide-ide, ketentuan (keyakinan), dan tampil sebagai bentuk asosiasi atau
organisasi. Pelembagaan agama puncaknya terjadi pada tingkat intelektual,
tingkat pemujaan (ibadat), dan tingkat organisasi.
Tampilnya
organisasi agama adalah akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman
beragama, mengimbangi perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi,
fasilitas, produksi, pendidikan, dan sebagainya. Agama menuju ke pengkhususan
fungsional. Pengaitan agama tersebut mengambil bentuk dalam berbagai corak
organisasi keagamaan.
BAB
3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah di paparkan dalam makalah ini,
diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Agama merupakan salah satu prinsip yang (harus)
dimiliki oleh setiap manusia untuk mempercayai Tuhan dalam kehidupan mereka.
2. Fungsi agama untuk kontrol sosial, perdamaian, pemupuk
rasa solidaritas, pembaharuan, kreatif, dan sublimatif.
3. Pendekatan
rasional terhadap agama dengan penjelasan ilmiah biasanya akan mengacu dan
berpedoman pada tingkah laku yang sifatnya ekonomis dan teknologis dan tentu
akan kurang baik
4.
Organisasi keagamaan yang tumbuh
secara khusus, bermula dari pengalaman agama tokoh kharismatik pendiri
organisasi keagamaan yang terlembaga.
5. Tampilnya organisasi agama adalah
akibat adanya “perubahan batin” atau kedalaman beragama, mengimbangi
perkembangan masyarakat dalam hal alokasi fungsi, fasilitas, produksi,
pendidikan, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA