BAB
1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Ilmu
pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral. Hal ini
dapat dirasakan dampaknya melalui kebijakan-kebijakan pembangunan dalam
lingkungan masyarakat yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi kemanusiaan. Hal demikian ini tidak luput dari falsafah mengenai pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusian yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi kemanusiaan. Hal demikian ini tidak luput dari falsafah mengenai pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusian yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Pembangunan
ekonomi yang kurang merata menyebabkan masih banyak masyarakat miskin yang
belum menikmati ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang di negeri ini.
Kemiskinan
sendiri merupakan kelanjutan dari perjuangan bangsa, sebagai perjuangan yang
akan memperoleh kemerdekaan bangsa dan motivasi fundamental untuk menggapai
cita-cita menjadi masyarakat yang adil dan makmur.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat ditentukan rumusan
masalah dalam makalah ini seperti:
1. Apa saja definisi dari ilmu pengetahuan,
teknologi dan kemiskinan,
2. Memahami pemanfaatan ilmu pengetahuan
teknologi untuk membantu masalah kemiskinan,
3. Membahas studi kasus tentang ilmu
pengetahuan, teknologi dan kemiskinan.
1.3 TUJUAN
A. Mengetahui pengertian ilmu pengetahuan,
B. Menambah wawasan akan perkembangan ilmu pengetahuan, nilai, dan teknologi,
C. Membahas kasus studi tentang ilmu pengetahuan
teknologi yang berkaitan dengan masalah kemiskinan di negeri ini.
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 ILMU PENGETAHUAN
2.1.1 PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam
manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari
sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh
mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ada keseragaman pendapat di kalangan ilmuwan
bahwa ilmu itu selalu tersusun dari pengetahuan secara teratur, yang diperoleh
dengan pangkal tumpuan tertentu dengan sistematis, metodis, rasional/logis,
empiris, umum, dan akumulatif.
Menurut Aristoteles : pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi; menurut Decartes: ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Bacon dan David Home : ilmu pengetahuan merupakan pengalaman indera dan batin; Immanuel Kent: Pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan menurut teori Phyroo: mengatakan tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Menurut Aristoteles : pengetahuan merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi; menurut Decartes: ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Bacon dan David Home : ilmu pengetahuan merupakan pengalaman indera dan batin; Immanuel Kent: Pengetahuan merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan menurut teori Phyroo: mengatakan tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Dari berbagai macam pandangan diatas diperoleh
teori-teori kebenaran pengetahuan:
1.
Teori
yang bertitik tolah adanya hubungan dalil à teori ini menjelaskan dimana
pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan
dengan dalil yang terdahulu.
2.
Pengetahuan
benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan.
3.
Pengetahuan
benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang mempunyai
pengetahuan itu.
Banyaknya teori dan pendapat tentang
pengetahuan dan kebenaran mengakibatkan suatu definisi ilmu pengetahuan
mengalami kesulitan, walaupun dikalangan ilmuwan sudah ada keseragaman
pendapat, namun masih terperangkap dalam tautologis (pengulangan tanpa membuat
kejelasan) dan Pleonasme/mubazir saja.
Pembentukan ilmu akan berhadapan dengan objek
yang merupakan bahan dalam penelitian, meliputi :
A. Objek Material
Sebagai bahan yang menjadi tujuan penelitian
bulat dan utuh
B. Objek Formal
Sudut pandangan yang mengarah kepada
persoalan yang menjadi pusat perhatian.
Langkah-langkah dalam memperoleh ilmu dan objek ilmu meliputi rangkaian
kegiatan dan tindakan yang dimulai dengan pengamatan, yaitu suatu kegiatan yang
diarahkan kepada fakta yang mendukung apa yang dipikirkan untuk sistemasi,
kemudian menggolong-golongkan dan membuktikan dengan cara berfikir analitis,
sintesis, induktif, dan deduktif yang berujuk pada pengujian kesimpulan dengan
menghadapkan fakta-fakta sebagai upaya mencarai berbagai hal yang merupakan
pengingkaran.
2.1.1
4 HAL SIKAP
YANG ILMIAH
Untuk mencapai suatu pengetahuan yang ilmiah dan
objektif diperlukan sikap yang bersifat ilmiah yaitu:
1.
Tidak ada perasaan yang bersifat pamrih sehingga mencapai
pengetahuan ilmiah yang objektif.
2.
Selektif, artinya mengadakan pemilihan terhadap problema yang
dihadapi supaya didukung oleh fakta atau gejala, dan mengadakan pemilihan
terhadap hipotesis yang ada.
3.
Kepercayaan yang layak terhadap kenyataan yang tak dapat
diubah maupun terhadap alat indera dan budi yang digunakan untuk mencapai ilmu.
4.
Merasa pasti bahwa setiap pendapat, teori maupun aksioma
terdahulu telah mencapai kepastian, namun masih terbuka untuk dibuktikan
kembali.
Sikap
ilmiah merupakan sikap yang harus ada pada diri seorang ilmuwan atau akademisi
ketika menghadapi persoalan-persoalan ilmiah. Sikap ilmiah ini perlu dibiasakan
dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam diskusi, seminar, loka karya, dan
penulisan karya ilmiah
Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Sikap-sikap ilmiah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
·
Sikap ingin tahu. Sikap ingin tahu ini
terlihat pada kebiasaan bertanya tentang berbagai hal yang berkaitan dengan
bidang kajiannya. Mengapa demikian? Bagaimana caranya? Apa saja unsur-unsurnya?
Dan seterusnya.
·
Sikap kritis. Sikap kritis ini terlihat pada
kebiasaan mencari informasi sebanyak mungkin berkaitan dengan bidang kajiannya
untuk dibanding-banding kelebihan-kekurangannya, kecocokan-tidaknya, kebenaran-tidaknya,
dan sebagainya.
·
Sikap terbuka. Sikap terbuka ini terlihat
pada kebiasaan mau mendengarkan pendapat, argumentasi, kritik, dan keterangan
orang lain, walaupun pada akhirnya pendapat, argumentasi, kritik, dan
keterangan orang lain tersebut tidak diterima karena tidak sepaham atau tidak
sesuai.
·
Sikap objektif. Sikap objektif ini terlihat
pada kebiasaan menyatakan apa adanya, tanpa diikuti perasaan pribadi.
·
Sikap rela menghargai karya orang lain. Sikap
menghargai karya orang lain ini terlihat pada kebiasaan menyebutkan sumber
secara jelas sekiranya pernyataan atau pendapat yang disampaikan memang berasal
dari pernyataan atau pendapat orang lain.
·
Sikap berani mempertahankan kebenaran. Sikap
ini menampak pada ketegaran membela fakta dan hasil temuan lapangan atau
pengembangan walapun bertentangan atau tidak sesuai dengan teori atau dalil yang
ada.
·
Sikap menjangkau ke depan. Sikap ini
dibuktikan dengan selalu ingin membuktikan hipotesis yang disusunnya demi
pengembangan bidang ilmunya.
Sikap
ilmiah ini juga harus ada pada diri Anda ketika menyusun buku ilmiah.
Kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan sikap ilmiah harus Anda buang
jauh-jauh, misalnya sikap menonjolkan diri dan tidak menghargai pendapat orang
lain, sikap ragu dan mudah putus asa, sikap skeptis dan tak acuh terhadap
masalah yang dihadapi.
2.2
TEKNOLOGI
2.2.1
PENGERTIAN TEKNOLOGI
Teknologi
atau pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah
pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin, material dan proses yang
menolong manusia menyelesaikan
masalahnya. Sebagai aktivitas manusia,
teknologi mulai sebelum sains dan teknik.
Teknologi
adalah satu ciri yang mendefinisikan hakikat manusia yaitu bagian dari
sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah. Teknologi, menurut Djoyohadikusumo
(1994, 222) berkaitan erat dengan sains (science) dan perekayasaan
(engineering).
Dengan
kata lain, teknologi mengandung dua dimensi,
yaitu science dan engineering yang saling berkaitan satu
sama lainnya. Sains mengacu pada pemahaman kita tentang dunia nyata sekitar
kita, artinya mengenai ciri-ciri dasar pada dimensi ruang, tentang materi dan
energi dalam interaksinya satu terhadap lainnya. Definisi mengenai sains
menurut Sardar (1987, 161) adalah sarana pemecahan masalah mendasar dari setiap
peradaban. Tanpa sains, lanjut Sardar (1987, 161) suatu peradaban tidak dapat
mempertahankan struktur-struktur politik dan sosialnya atau memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat dan budayanya.
Seringkali diadakan pemisahan, bahkan pertentangan
antara sains dan penelitian ilmiah yang bersifat mendasar (basic science and
fundamental) di satu pihak dan di pihak lain sains terapan dan penelitian
terapan (applied science and applied research). Namun, satu sama lain
sebenarnya harus dilihat sebagai dua jalur yang bersifat komplementer yang
saling melengkapi, bahkan sebagai bejana berhubungan; dapat dibedakan, akan
tetapi tidak boleh dipisahkan satu dari yang lainnya (Djoyohadikusumo 1994,
223).
Makna Teknologi, menurut Capra (2004, 106) seperti
makna ‘sains’, telah mengalami perubahan sepanjang sejarah. Teknologi, berasal
dari literatur Yunani, yaitu technologia, yang diperoleh dari asal kata techne,
bermakna wacana seni. Ketika istilah itu pertama kali digunakan dalam bahasa
Inggris di abad ketujuh belas, maknanya adalah pembahasan sistematis atas ‘seni
terapan’ atau pertukangan, dan berangsur-angsur artinya merujuk pada
pertukangan itu sendiri. Pada abad ke-20, maknanya diperluas untuk mencakup
tidak hanya alat-alat dan mesin-mesin, tetapi juga metode dan teknik
non-material. Yang berarti suatu aplikasi sistematis pada teknik maupun metode.
Sekarang sebagian besar definisi teknologi, lanjut Capra (2004, 107) menekankan
hubungannya dengan sains. Ahli sosiologi Manuel Castells seperti dikutip Capra
(2004, 107) mendefinisikan teknologi sebagai ‘kumpulan alat, aturan dan
prosedur yang merupakan penerapan pengetahuan ilmiah terhadap suatu pekerjaan
tertentu dalam cara yang memungkinkan pengulangan.
Akan tetapi, dijelaskan oleh Capra (107) teknologi
jauh lebih tua daripada sains. Asal-usulnya pada pembuatan alat berada jauh di
awal spesies manusia, yaitu ketika bahasa, kesadaran reflektif dan kemampuan
membuat alat berevolusi bersamaan. Sesuai dengannya, spesies manusia pertama
diberi nama Homo habilis (manusia terampil) untuk menunjukkan kemampuannya
membuat alat-alat canggih.
Dari perspektif sejarah, seperti digambarkan oleh
Toynbee (2004, 35) teknologi merupakan salah satu ciri khusus kemuliaan manusia
bahwa dirinya tidak hidup dengan makanan semata. Teknologi merupakan cahaya
yang menerangi sebagian sisi non material kehidupan manusia. Teknologi, lanjut
Toynbee (2004, 34) merupakan syarat yang memungkinkan konstituen-konstituen non
material kehidupan manusia, yaitu perasaan dan pikiran , institusi, ide dan
idealnya. Teknologi adalah sebuah manifestasi langsung dari bukti kecerdasan
manusia.
Dari pandangan semacam itu, kemudian teknologi
berkembang lebih jauh dari yang dipahami sebagai susunan pengetahuan untuk
mencapai tujuan praktis atau sebagai sesuatu yang dibuat atau diimplementasikan
serta metode untuk membuat atau mengimplementasikannya. Dua pengertian di atas
telah digantikan oleh interpretasi teknologi sebagai pengendali lingkungan
seperti kekuasaan politik di mana kebangkitan teknologi Barat telah menaklukkan
dunia dan sekarang telah digunakan di era dunia baru yang lebih ganas. Untuk
memperjelas statement tersebut, kita coba menelaah teknologi secara lebih dalam
lagi. Melihat substansi teknologi secara lebih komprehensif, yaitu konsepsi
teknologi dari kerangka filsafat.
2.2.2
CIRI CIRI FENOMENA
TEKNIK PADA MASYARAKAT
Fenomena teknik pada
masyarakat terkini, menurut Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Rasionalistas, artinya
tindakan spontan oleh teknik diubah menjadi tindakan yang direncanakan dengan
perhitungan rasional
2. Artifisialitas, artinya
selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah
3. Otomatisme, artinya dalam
hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan secara otomatis. Demikian juga
dengan teknik mampu mengeliminasikan kegiatan non teknis menjadi kegiatan
teknis
4. Teknik berkembang pada suatu
kebudayaan
5. Monisme, artinya semua
teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling
bergantung
bergantung
6. Universalisme, artinya
teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi, bahkan dapat menguasai
kebudayaan
7. Otonomi artinya teknik
berkembang menurut prinsip-prinsip sendiri.
Teknologi yang berkembang
dengan pesat meliputi berbagai bidang kehidupan manusia. Luasnya bidang teknik
digambarkan sebagai berikut :
1. Teknik meluputi bidang
ekonomi, artinya teknik mampu menghasilkan barang-barang industri. Dengan
teknik, mampu mengkonsentrasikan capital sehingga terjadi sentralisasi ekonomi
2. Teknik meliputi bidang
organisasional seperti administrasi, pemerintahan, manajemen, hukum dan militer
3. Teknik meliputi bidang
manusiawi. Teknik telah menguasai seluruh sector kehidupan manusia, manusia
semakin harus beradaptasi dengan dunia teknik dan tidak ada lagi unsur pribadi
manusia yang bebas dari pengaruh teknik.
Alvin Tofler (1970)
mengumpamakan teknologi itu sebagai mesin yang besar atau sebuah akselarator
(alat pemercepat) yang dahsyat, dan ilmu pengetahuan sebagai bahan bakarnya.
Dengan meningkatnya ilmu pengetahuan secara kuantitatif dan kualtiatif, maka
kiat meningkat pula proses akselerasi yang ditimbulkan oleh mesin pengubah,
lebih-lebih teknologi mampu menghasilkan teknologi yang lebih banyak dan lebih
baik lagi.
2.2.3
CIRI CIRI TEKNOLOGI BARAT
Ciri – ciri teknologi barat adalah sebagai berikut :
1.
Bersifat Intensif pada semua kegiatan manusia
2.
Cenderung bergantung pada sifat
ketergantungan
3.
Selalu berpikir bahwa barat adalah pusat dari
segala teknologi
2.3 ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN NILAI
2.3.1
PENGERTIAN PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN,
TEKNOLOGI, DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan nilai atau moral.
Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya melalui kebijaksanaan
pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Penerapan ilmu pengetahuan khususnya teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral atau segi-segi manusiawinya. Keadaan demikian tidak luput dari falsafah pembangunannya itu sendiri, dalam menentukan pilihan antara orientasi produksi dengan motif ekonomi yang kuat, dengan orientasi nilai yang menyangkut segi-segi kemanusiaan yang terkadang harus dibayar lebih mahal.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai
paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu dipandang sebagai proses
karena ilmu merupakan hasil darikegiatan sosial, yang berusaha memahami alam,
manusia dan perilakunya baik secara individu atau kelompok. Apa yang dihasilkan
oleh ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan hasil penalaran (rasio)
secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode
keilmuwan yang diakui secara umum dan universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu
dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan
suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu
selain universal, komunal, juga alat menyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak
begitu saja mudah menerima kebenaran.
IImu adalah bukan tujuan tetapi sebagai alat atau sarana dalam rangka
meningkatkan taraf hidup manusia. dengan memperhatikan dan mengutamakan kodrat
dan martabat manusia serta menjaga kelestarian lingkungan alam.
Sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan
:
- Golongan
yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral
terhadap nilai-nilai baik secara ontologis maupun secara aksiologis, soal
penggunaannya terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan
untuk tujuan baik atau tujuan buruk. Golongan ini berasumsi bahwa
kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai nilai, sehingga nilai-nilai
kemanusiaan Iainnya dikorbankan demi teknologi. - Golongan
yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral
hanya dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam
penggunaan dan penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asas moral
atau nilai-nilai. golongan ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui
ekses-ekses yang terjadi apabiia ilmu dan teknologi disaIahgunakan.
Nampaknya iImuwan goiongan kedua yang patut kita masyarakatkan
sikapnya sehingga ilmuwan terbebas dari kecenderungan “pelacuran”
dibidang ilmu dan teknologi, dengan mengorbankan nilai-nilai
kemanusiaan.
Upaya untuk menjinakkan teknologi
diantaranya :
- Mempertimbangkan
atau kalau perlu mengganti kriteria utama dalam
menolak atau menerapkan suatu inovasi teknologi yang didasarkan pada
keuntungan ekonomis atau sumbangannya kepada pertumbuhan ekonomi. - Pada
tingkat konsekuensi sosial, penerapan teknologi harus merupakan
hasil kesepakatan ilmuan sosial dari berbagai disiplin ilmu.
2.4 KEMISKINAN
2.4.1
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan
untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan
pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah
ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari
segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah
yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
1.
Gambaran kekurangan materi, yang biasanya
mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang,
perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini
dipsdfgeggahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
2.
Gambaran tentang kebutuhan sosial,
termasuk keterkucilan sosial,
ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal
ini termasuk pendidikan dan informasi.
Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup
masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
3.
Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang
memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi
bagian-bagian politik dan ekonomi di
seluruh dunia.
2.4.2
CIRI CIRI MANUSIA YANG HIDUP DI BAWAH GARIS
KEMISKINAN
1.
Tidak memiliki factor-faktor produksi sendiri seperti
tanah, modal, ketrampilan.
2.
Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset
produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan ataua
modal usaha.
3.
Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai taman
SD.
4.
Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas.
5.
Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak
mempunyai ketrampilan.
2.4.3
FUNGSI KEMISKINAN
1.
Fungsi Ekonomi : penyediaan tenaga untuk pekerjaan
tertentu, menimbulkan dana sosial, membuat lapangan kerja baru dan memanfaatkan
pemulung dalam mengumpulkan barang bekas.
2.
Fungsi sosial : Menimbulkan rasa simpatik, sehingga
munculnya badan amal dan zakat untuk menolong kaum miskin yang ada.
3.
Fungsi cultural : Sumber inspirasi kebijaksanaan
teknokrat, sumber inspirasi sastawan dan memperkaya budaya saling mengayomi
antar sesama manusia.
4.
Fungsi politik : sebagai kaum
yang merasakan kinerja pemerintahan dalam perbaikan ekonomi, dan sebagai kaum
yang mengkritik jika perekonomian tidak mengalami perubahan.
BAB 3 PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang telah di paparkan dalam makalah ini,
diperoleh beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi sering kurang memperhatikan masalah nilai, moral
atau segi-segi kemanusiaan.
2. Sikap
ilmiah ini perlu dibiasakan dalam berbagai forum ilmiah, misalnya dalam
diskusi, seminar, loka karya, dan penulisan karya ilmiah.
3.
Teknologi adalah satu ciri yang mendefinisikan
hakikat manusia yaitu bagian dari sejarahnya meliputi keseluruhan sejarah.
4.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar